Bentuk dan Contoh Kata Dasar, Kata Berimbuhan, Kata Ulang serta Kata Gabung dalam Bahasa Lampung Dialek A dan O

  • Whatsapp

Dalam menggunakan bahasa Lampung baik kata maupun kalimat. Apakah kata itu, dan apa pula kalimat itu. Secara tata bahasa tradisional ada yang memberi batasan tentang kata. Kata adalah satuan bahasa terkecil yang mempunyai arti/makna tertentu. Contoh: Lapah (A/O) disebut “kata” karena mempunyai arti, yaitu “pergi” kemudian kata “lapah” tidak bisa dipecah lagi menjadi la-p-ah arti yang didukungnya tidak ada. Bila disebut terkecil berarti ia bagian dari yang besar yaitu kalimat. Ya, bahwa kata adalah bagian dari suatu “kalimat”. Kata demi kata, bila digabungkan jadilah “kalimat”, asal penggabungannya memiliki pikiran yang lengkap. Contoh: (A/O) Nyak lapah mit sekula (Nyak lapah adek sekulah). Tapi jika penggabungannya tidak tepat, tidak memiliki pikiran yang lengkap maka bukan sebuah kalimat, contoh: (A/O) Mit nyak sekula lapah (adek nyak sekulah lapah). Jadi secara tradisional bahwa kalimat adalah gabungan kata yang memiliki pikiran/maksud/arti yang lengkap.

Berbicara tentang kata, kita mengenal bentuk-bentuk kata, ada 4 (empat) macam:

Bacaan Lainnya

  1. Kata dasar, kata yang masih berbentuk dasar, belum diberi imbuhan, belum diulang, bahkan belum digabungi, kata dasar disebut juga kata asal.

Contoh: (A) Ayah, ghatong, jena, bingi; (O) Ayah, meggegh, jeno, bingei

Anda lihat kata: Ayah, ghatong, meggegh, jena, jeno, bingi, bingei, kesemuanya itu adalah kata dasar, kata yang belum diberi imbuhan (awalan, akhiran, atau gabungan awalan akhiran).

2. Kata berimbuhan, yaitu kata dasar yang diberi imbuhan (awalan, akhiran, atau berawalan berakhiran).

Contoh berawalan:

(A) nge + dengi –> ngedengi

(O) nge+dengei –> ngedengei (mendengar)

Contoh kata berakhiran:

(A) Lapah + an –> lapahan

(O) Lapah +an –> lapahan (perjalanan)

Contoh kata berawalan – berakhiran:

(A/O) pe + labuh + an –> pelabuhan (pelabuhan)

(A) Nge + dengi + ko –> ngedengiko (mendengarkan)

(O) Nge + dengei + ko –> ngedengeiko (mendengarkan)

3. Kata ulang, yaitu kata yang diulang, seluruh kata diulang sebagian diulang, diulang diberi imbuhan, dan lain sebagainya hingga terdapat intinya bentuk kata ulang.

  • Kata ulang murni (dwi lingga) seluruh kata diulang, contoh (A/O) sanak-sanak.
  • Kata ulang suku awal (yang diulang suku awal (dwi purwa), contoh (A) jama –> jajama, tuha –> tutuha; (O) jamo –> jejamo, tuho –> tetuho.
  • Kata ulang berimbuhan, contoh (A/O) kesuluh-suluhan (kemerah-merahan); (A/O) ngebaca-baca (membaca-baca), dst.
  • Kata ulang berubah bunyi (dwi lingga salin suara). Contoh: (A) putgha-putghi; (O) putra-putri; (A/O) galang-galing (berguling-guling).

4. Kata gabung –> sebuah kata majemuk yaitu gabungan kata yang memiliki arti baru, arti yang diperoleh dari kata yang bergabung melalui perluasan kata/penjelasan. Contoh: rumah + sakit –> rumah sakit. Kalau digabung memiliki arti baru yaitu rumah untuk merawat orang yang sedang sakit.

Sumber Referensi:

  • Fauzi Fattah dan Sudihartono. 2016. Bahasa dan Aksara Lampung Untuk SMA/MA/SMK Kelas 12. Bandar Lampung: Gunung Pesagi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *