Kesenian adalah hasil budi daya manusia dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan karsanya yang diungkapkan dalam bentuk gerak, bunyi, karya, dan simbol-simbol dengan jiwa terbuka untuk segala pernyataan yang benilai keindahan. Manusia sebagai individu secara naluriah mempunyai kebutuhan atau kepentingan untuk berekspresi dan berkomunikasi terhadap sesamanya dalam upaya mencapai keharmonisan dan keindahan hidupnya.
Secara sosiologis setiap manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki naluri untuk senantiasa hidup bersama. Untuk memahami kepribadian seseorang dapat dilihat dari kenyataan ekspresinya secara fisik dalam pergaulan sosial; jika kelompok masyarakat lingkungan sosial sekitarnya mengakui eksistensi peranannya sebagai pribadi yang menarik dan memuaskan, maka artinya ia telah memperoleh kedudukan yang terhormat dalam kehidupan masyarakat (Abdul Syani, 1984). Oleh karena itu, setiap manusia dalam usahanya untuk mencapai suatu bentuk pergaulan kehidupan harmonis senantiasa dituntut untuk mampu berkomunikasi dan berekspresi dalam kehidupan masyarakat.
Corak dalam berkomunikasi dan berekspresi dalam kehidupan masyarakat itu bermacam-macam, bisa melalui pergaulan dalam organisasi, bergotong royong, partisipasi sosial dan pembangunan, termasuk melalui berbagai kegiatan seni dan kebudayaan.
Melalui kesenian manusia dapat berkomunikasi dan berekspresi dalam rangka mengemukakan jati diri, menyampaikan isi hati dan perasaan, di samping untuk mengembangkan nilai-nilai seni budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Perwujudan bentuk ungkapan seni terdiri dari gerak yang melahirkan seni tari, berupa nada-nada melahirkan seni musik, berupa garis, warna dan bentuk melahirkan seni rupa, dan berupa kata dan simbol melahirkan theater.
Oleh karena seni merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat, maka orang Lampung tentu memiliki kesenian itu. Bidang kesenian merupakan bagian aktivitas masyara¬kat Lampung, baik yang diperagakan dalam kepentingan pada waktu upacara adat, seperti: perkawinan, khitanan, selamatan, dan sebagainya, maupun diperankan untuk kepentingan pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Kesenian masyarakat Lampung yang khas, diantaranya antara lain adalah seni tari, seni suara, musik, seni rupa, teater dan puisi, seni pencak silat, dan lain-lain.
1. Seni Musik
Masyarakat adat Lampung, baik yang beradat Pepadun maupun Saiba¬tin, memiliki alat-alat musik tradisional yang khas, yaitu:
a. Talo Balak/Kakhumung/Gamolan, yang terdiri dari:
12 canang, 1 bender, 1 gung, 2 pasang ghujih/kahjih dan gindang (gendang). Alat-alat ini pada umumnya dibuat di Jawa (pengaruh Jawa), terutama dari segi bahan-bahan pembuatannya. Sedangkan lagu-lagunya merupakan lagu-lagu khas Lampung, iramanya hampir sama seperti di Sumatra bagian Selatan lainnya.
Irama tabuhannya adalah Tabuh guppek, tabuh sarliyah, tabuh ujan tuyun, tabuh sungsung, tabuh sanak miwang di ijan, tabuh sanak miwang di jami, tabuh nyambuk temui, tabuh mighul bekekkos, dan lain-lain.
Tabuhan lain dengan alat yang sama terdapat pula di daerah Maringgai (Maringgai 3 Oktober 1999). Tabuh-tabuhan ini antara lain adalah: tabuh arus ujan tujun (menyambut tamu agung), tari gaya baru melinting, tabuh semani (tabuh penglaku ghagah), tabuh tari sabai (tari penglaku sabai), tabuh kedangkung (tabuh tari kehormatan), tabuh barow pagi (tabuh ngundang ghompok/saighamik=khalayak), tabuh samang ngembuk (tabuh kuppul ulah wat hajatan), tabuh cettik (tabuh tari-tarian dengan nada agak cepat), tabuh retcik (tabuhan tari-tarian nada agak lambat), tabuh kelilu sawik (tabuh gagal pertunangan), tabuh maju ngekkos/ngekkes, tabuh barau seghattau (kesedihan dalam parantauan), dan lain-lain.
b. Serdam, berdah, ginggung, galintang pekhing, sekhunai, gambus Lampung (gambus lunik dan gambus balak), Tekhban¬gan, dan suling.
Alat-alat musik ini dapat digunakan untuk mengiringi lagu-lagu puitis khas Lampung, baik lagu yang dilantunkan secara sendiri maupun lagu yang dilantunkan secara bersama-sama atau silih berganti.
Salah satu contoh berikut ini adalah tutur bahasa atau berupa ungkapan tuan rumah dalam penyambutan tamu agung yang diiringi dengan alat musik terbangan yang lazimnya disebut zikir baru (pelaku tokoh adat Bumi Tinggi Sukadana):
Anjak negeri tuho, nyow maksud tujuan.
Sikam di anek sijo, secaro kebetulan,
Jejamo ngenah yajo, la ngajuken kesenian.
Musik terbangan ………
Bareng nyak nengi baro, mak laju kelupo’an,
Lapahnya arung jo, ago nyesaiken jalan.
Sukur serayo geh jo, secaro kebetulan,
Gilo gham jamo-jamo (2x), ngajuken permohonan.
Musik terbangan ………
Bareng nyak tigeh dijo, kurusi-rusian,
Tinuk di nuwo Suttan Rio, baji yo kuppul-kuppulan.
Cawo kak temen bigo, ya mawat bebuhungan,
Beliaw Suttan Rio, la nguppulken redik badan.
Musik terbangan ………
Terimo kasih ano, lamon penajo jalan,
Nyow caro dan cerito, cubo terangken jalan,
Terus terang ki nyak no, nyak ngejuk keterangan, 2x
sikam di Sukadano, ngajuken permohonan.
Musik terbangan ………
Beliaw Suttan Nyawo, nyak ngejuk keterangan,
Sengajo ya nurut jo, la ngaharep keterangan.
Sangun ghadu anjak ho, ya ngejuk keterangan,
Terbanggi balak anek no, secara kebetulan.
Suttan Rio laju hubungan ……
Musik terbangan ………
Alat musik Barat seperti guitar, biola, mandolin dan sejenisnya mendominasi kesenian musik di Tulangbawang, Menggala dan dibebe-rapa daerah yang beradat pepadun lainnya seperti Kotabumi, Gunun¬gsugih dan Terbanggi Besar.
Di daerah yang beradat Saibatin, irama musik Laut Tengah (Arab) dan pengaruh lagu-lagu India (sekarang disebut musik dangdut) yang menghasilkan Lagu-lagu khas Lampung Pesisir (Saibatin) yang bernafaskan Islam. Sedangkan dari segi musik vokal menghasilkan marhaban, dhikir dan camroh.
Musik vokal berupa adi-adi, wayak merupakan khas kesenian Lampung, yang berperanan dalam kelompok kesenian ini pada umumnya adalah muli meghanai (muli=gadis, meghanai=bujang). Sebelum zaman kemerdekaan, terutama pada zaman penjajahan, keperluan musik atau seni suara pada umumnya digunakan atau diperagakan untuk upacara adat. Musik vokal semacam ini hampir dapat dikatakan tidak berkembang, bahkan cenderung mengarah kepada keadaan statis.
Kesenian Lampung mulai bangkit sejak kurun waktu antara tahun lima puluhan. Timbul ide-ide baru dari mahasiswa asal Lampung yang berada di Yogyakarta untuk membentuk group musik dengan alat musik, seperti: talo balak, serdam, gindang, gambus Lampung, keroncong.
Group musik ini diberi nama “suara penyimbang” anggotanya anrara lain: Wan Zakaria, Tamimi, Tarmizi Nawawi. Lagu-lagu yang terkenal antara lain: Tepui-tepui, Pung Kelapo kupung, persembahan, Seminung dikala dibbi ghani (debi khani=kalianda), dan lain-lain.
Kemudian lagu lainnya, seperti “Pekon Sikam” yang diciptakan oleh Hilman Hadikusuma di Bandung/Jakarta. Pada tahun 1959, timbullah group musik “Kinandi” di bawah pimpinan Zainuddin, dan terkenal¬lah lagu-lagu yang berjudul Lipang-lipangdang, penyandangan dan muli meghanai. Di daerah Kotabumi, Menggala dan Sukadana berkem¬bang pula lagu-lagu dengan iringan guitar, sehingga dikenal lagu-lagu lampung seperti: Tepikpai niku sughat, mejong-mejong di betung, anak topai, dan lain-lain.
Sejak tahun-tahun 1960-an, bermuncullan pula group-group musik dengan lagu-lagu berbahasa Lampung. Melalui lomba cipta lagu di daerah Lampung yang diselenggarakan oleh Depdikbud dengan menam¬pilkan pencipta-pencita lagu Generasi Muda seperti: Andi Ahmad, Rusli, Hafizi Hasan, Saiful Anwar dan lain-lain, dengan lagu-lagu yang terkenal seperti: Kahago, Meghanai Tuhou, Ngeram, Sumur Putri, Bandar Lampung dan lain-lain.
Kesenian masyarakat Lampung, khususnya di bidang seni musik dan seni suara, kemudian berkembang membentuk ciri khasnya sendiri bagi kedua wilayah adat, baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin. Bagi seni musik dan seni suara masyarakat adat Pepadun, nampak relatif banyak dipengaruhi oleh lagu-lagu barat dengan dominasi nada minor. Sedangkan seni musik dan seni suara masyarakat yang beradat Saibatin, cenderung dipengaruhi oleh lagu-lagu yang bernafaskan Islam, lagu-lagu Timur Tengah dan India. Pengaruh lagu-lagu ini nampak mendominasi ciptaan para musisinya.
2. Seni Tari
Berbagai cara ungkapan perasaan dengan gerak pada umumnya telah lahir sejak manusia bermasyarakat dan berbudaya. Demikian pula halnya, seni tari bagi orang Lampung telah lahir sejak adanya masyarakat Lampung. Seni tari ini pada mulanya dihubungkan dengan kegiatan kemasyarakatan yang telah terpola dan kemudian dikenal sebagai tari adat. Antara seni musik dan seni tari nampak merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung, karena dengan iringan musik, maka gerak tari akan nampak lebih hidup, sempurna, menam¬bah keindahan seni tari itu sendiri. Keindahan gerak tari yang berpadu seimbang dengan musik dan ditambah dengan keterampilan penari yang memadai, biasanya dapat membangkitkan perasaan suka cita, pandangan dan pendengaran yang indah bagi penontonnya.
Seni tari adat Lampung diperagakan dalam berbagai upacara adat telah berlangsung jaya pada kurun waktu kedatangan Jepang di Indonesia. Sebagai tari adat, ia dipergelarkan pada tempat, waktu, dan kesempatan yang telah ditentukan sesuai dengan kepen¬tingan masyarakat. Mengenai gerakan tari, pakaian, personalia penarinya mempunyai ketentuan tersendiri. Ketentuan-ketentuan ini belum diketemukan secara tertulis, tetapi hanya berupa ketentuan lisan yang dipatuhi secara turun temurun. Sebagai contoh, gerakan tari cangget bagi wanita (atau muli=gadis) cenderung sangat terbatas pada gerakan tangannnya saja. Sedangkan tari cangget pria, cenderung sangat agresif dan aktif, hampir seluruh anggota badannya secara bebas bergerak, baik gerak kesamping, berputar, gerak vertikal tangan, kaki dan pinggul, seolah mengarah kepada gerakan pencak silat.
Sementara gerak tari bagi penari adat Lampung Saibatin, baik pria maupun wanita, secara umum sudah mengalami perubahan dengan kreasi-kreasi baru. Gerak tari bagi laki-laki kelihatannya sangat bebas, begitu juga penari-penari putrinya. Perubahan dan kebebasan ini karena pengaruh gerak tari-tarian dari luar, sehingga tumbuh jenis-jenis kreasi tarian baru. Tapi meskipun demikian, makna dan nafas tarian tetap masih mempertahankan ciri khas Lampung, baik pakaian, tabuhan, maupun asesori-asesori perlengka¬pannya. Penari-penari putri dapat menggerakkan seluruh anggota badannya dan tubuhnya secara bebas.
Secara umum peragaan gerak tari adat dalam kehidupan masyarakat Lampung tidak tertulis. Biasanya sebelum pelaksanaan tari pada suatu upacara adat selalu didahului dengan penyampaian ketentuan-ketentuan adat yang diungkapkan atau disampaikan oleh pengla-ku/jenang/pengentuha setempat. Ketentuan-ketentuan ini diungkap¬kan dengan kalimat-kalimat puitis yang telah tersusun dan dipakai secara turun temurun, dari generasi tua (pembentuk kesenian) ke generasi muda (pewaris kesenian):
Contoh ketentuan tersebut antara lain:
Mekhanai nengah nakhi, ngahintom ngagakhintom
jak tuku mid di tuku. Minak mak khadin lain,
temunggung jaoh mana, lain muneh kayunan
Laku sina mak helau, mak ukhung titakhida.
Mulang di punakhida, Saibatin ngahukum ya
Dandani kambing khanduk tungkah ngalili’ cuping
Ya mak dapok mulang danda salesai
Ana dia pun kenyin nekhamji pandai,
Amanat dimakhanai pastiti kuti muli, laju sai matuha.
Tujuan penyampaian ketentuan-ketentuan adat ini adalah untuk menjaga kekhidmatan, tatatertib, dan sopan santun dalam menari. Bagi pihak yang melanggar ketentuan ini akan dipersalahkan oleh masyarakat pendukung kesenian itu (Contoh ini untuk Lampung Saibatin).
Sebagai contoh peragaan tari Lampung menurut ketentuan itu antara lain:
a. Gerakan Tari
(1) Untuk Pria: Posisi berhadapan, berdiri dengan kaki kanan sebagai patokan, lutut agak ditekuk kemuka. Tangan direntang sejajar bahu, telapak tangan bergerak menurut gerakan lengan (ke atas ke bawah ) bergeser dan berputar setengah lingkaran.
Nama gerakan: rebah pohon, kenui melayang, nagasasayak, balik palau, sauk dan kepyak mati.
(2) Untuk putri: Lengan di bawah bahu, gerakan lengan dari depan ke belakang, merunduk dan berputar, jari tangan ngetigh dan ngecum.
b. Musik pengiring: Talo balak/kekhumung/gamolan.
c. Pakaian Tari
(1). Untuk Pria : Celana teluk belanga, kain bulipat (sinjang bulipat), sabuk andak di pinggang diselip¬kan teghapang atau punduk (semacam keris tanpa luk), kepala pakai ikat pudang atau kembang padan. Bujang tidak berbaju, dewasa pakai kawai balak (pepadun). Bujang kawai antak (batas) siku, dewasa kawai balak (Saibatin).
(2) Untuk Putri: Sinjang tapis/jungsaghat, ikat pinggang bebandung/bulu serattei, baju bebe usus (Pepadun), kawai betabokh (saibatin). Memakai sual caghang/kembang goyang. Berka¬lung seranjau bulan + sabik inuh + gajah minung + takkel/kakalah bangkang.
Berselempang buah yukum (Pepadun). Berge¬lang bibit + gelang khuwi (duri), gelang kana + gelang gerunsung+gelang burung dilengan (Pepadun).
d. Nama Tari Adat
(1) Adat Pepadun: Cangget bagha, Cangget pilangan, Cangget turun mandi, Tari Penglaku, Tari pilangan, tari sakelang, ngigel, hadra/ghudat.
(2) Saibatin: Tari Batin, Tari mandapan, tari pincak khakot, tari saujung/sahwi, tari selapang, tari kekati khua belas, tari hadra/khudat.
Sejak tahun enam puluhan oleh mahasiswa Lampung yang tergabung dalam Gemala, timbul ide untuk mendomisasi tarian Lampung dengan tidak mengganggu sama sekali tari adat. Timbullah tari-tarian tradisional kreasi antara lain: tari Serai Serumpun, tari Kenui, Tari Kipas, Tari Sebambangan, tari sungsung, tari manjau, tari tanggai dan lain-lain.
Pada tahun tujuh puluhan keatas bahkan dua tahun sebelumnya, dengan adanya Jakarta Fair, timbullah ide baru untuk membentuk tari Lampung sebagai tarian yang dapat dipergelarkan pada acara-acara bukan adat. Tarian ini dikenal dengan tari Lampung Kreasi Baru, yaitu tarian yang lebih dinamis, penarinya boleh campuran pria dan wanita, musik pengiringnya selain Talo Balak ditambah alat musik lainnya. Tarian ini antara lain: Tari Tenun, Tari Mutil, Tari Melawai, Tari Ngaghak, Tari Nyesak, Tari Sakai Sambayan, Tari Bedana, dan lain-lain.
Kecuali itu ada pula jenis tari-tarian dalam kreasi baru, yaitu diantaranya adalah: tari nutu tepung, tari nugal, tari mid duwai, tari lapah mid duma, tari tandang bulung, tari puteghi mandi, tari ngawil iwa, tari ngagetas, tari sepahit lidah, dan lain-lain (Syaiful Anwar, 1978/1979).
3. Seni Rupa/Karya
Seni rupa yang populer di daerah Lampung adalah seni rupa yang dihasilkan oleh orang Lampung sejak ratusan tahun yang lalu, antara lain seperti, seni menenun kain. Seni menenun seperti tenunan kain pelepai (kain perahu) telah dikenal di dunia internasional dan sampai sekarang menghiasi museum-museum terkenal di dunia. Demikian pula seni tenunan kain tapis dengan berbagai nama dan motif hiasannya, juga sudah cukup berkenal di Museum London dan beberapa Museum di Negeri Belanda. Diantara Kain tapis yang mahal dan indah dapat diketahui, seperti Tapis Inuh, Dewa Sano, Laok Limau, Cucuk Andak, Limagh Bungkuk dan lain-lain.
Seni rupa lainnya, yaitu Seni pahat juga dimiliki oleh masyarakat Lampung. Bentuk seni pahat ini dapat dilihat pada ujung atung rumah masyarakat Lampung dengan ukiran yang halus, seperti Tanduk kerbau, ukiran pada hulu pedang dan hulu keris, ukiran pada sempiran baju, tuguk dan talam kayu, serta takaran dari kayu (kulak dan Sukak). Seni Grabah juga terkenal di dunia interna¬sional, seperti kendi bakung (kibuk bakung).
Mengenai macam-macam motif seni rupa yang terkenal khas Lampung ialah antara lain: tumpal, swastika, naga, ayam, kerbau dan binatang hayal (Cina=Kiling), pohon hayat dan motif perahu/jung. Sedangkan pewarnaan untuk seni rupa ini yang dominan adalah warna coklat tua, merah hati, biru laut, kuning kunyit. Dalam seni krya (karya) dalam kehidupan masyarakat Lampung dikenal juga dengan adanya anyam-anyaman, seperti tudung saji, lampit, dan tikar pandan. Pada akhir-akhir ini telah dikenal pula seni batik Lam¬pung yang menunjukkan bahwa sebenarnya dari dulu sudah ada batik yang mencirikan/khas Lampung.
Sumber Referensi:
- Abdul Syani. 2013. IV. Keterampilan dan Karya Budaya Masyarakat Adat Lampung 2. Diakses melalui situs: http://staff.unila.ac.id/abdulsyani/iv-keterampilam-dan-karya-budaya-masyarakat-adat-lampung-2/.