Kisah Buay Selagai dalam Bahasa Lampung

  • Whatsapp

Meriwayatkan Negeri Katon dalam bahasa Jawa “Katon = Kelihatan” berarti Negeri Kelihatan sebagai contoh Gunung Katon di Tulangbawang artinya Gunung Kelihatan tidak terlepas Negeri Katon berarti meriwayatkan nenek moyang; masyarakat Adat Lampung Selagai Lingga yang terdiri dari Kampung Tanjung Ratu, Negeri Katon dan Negeri Agung sebagai kampung yang terhulu mengikuti aliran Way Pengubuan.

Selagai Lingga sebagai salah satu pembentuk unsur Abung Sewo Megou, Pubian Telu Suku dengan Panggih Selagai berbunyi. “Rimas sakou ngeberan, lem Abung Sewo Megou, Betten lagi Rasuan, You sangon menou Sibou”, dan Abung Sewo Megou terdiri dari Marga Nunyai Glr. Minak Trio Deso, Marga Unyi, Marga Subing, Marga Nuban, Marga Buay Bulan (kedudukannya diganti Buay Nyerupa); Marga Beliyuk, Marga Selagai, Marga Buay Kunang dan Marga Anak Tuha, sedangkan Lampung beradat Pepadun, yaitu Abung Sewo Megou, Pubian Telu Suku, Way Kanan, Sungkai dan Tulangbawang.

Bacaan Lainnya

Penyebaran nenek Moyang dari Sekalou Berak Pesagi (Kenali) nenek moyang mendapat “Samang” dijadikan Bekasem yang akan dapat dibuka setelah unsur dari Sekalou Berak keturunannya menyatu kembali, kemudian mendapat “Kura-kura”, Kura-kura tulangnya dijadikan kentongan, yang memukul kentongan lebih dulu Buay Anak Tuha sebagai pertanda meninggalkan Sekalou Berak, kemudian menyusul Buay Selagai menepati aliran Way Pengubuan.

Diperkirakan tahun 1350 M terdapat nama poyang yaitu “RANGGA MASANG” bermukim di Gedongratu dan Tanjung Langit sebelah hilir Kampung Selagai sekarang menyatu dengan Buay Marga Beliyuk (Tanjung Ratu dan Banjar Ratu Belambangan) generasi selanjutnya dari Rangga Masang terdiri dari tiga keturunan:

  1. RIO SIDANG PENATU (Menurunkan masyarakat Tanjung Ratu Selagai)
  2. RIO NGEMULA JADI (Menurunkan masyarakat Negeri Katon)
  3. RIO SIDANG PENATIH (Menurunkan masyarakat Negeri Agung).

Di tahun 1500-an M keturunan Rangga Masang meninggalkan Gedongratu dan Tanjung Langit pindah mendekatkan diri dengan Buay Kunang di Way Rarem Pekurun mendirikan pemukiman antara Way Galing dan Way Kelawas, yaitu Gedong Raja Pekurun Buay Selagai Dendeng. Dalam abad Kerajaan Banten nama Rangga Masang muncul kembali, Banten pernah mengajak main bola besi (bola Gassou) melawan Selagai, melalui pelabuhan Meringgai ke Banten di bawah Pimpinan Rangga Masang, Suttan Jimat Tuha dan Minak Becil. Pertandingan dilangsungkan di Kerajaan Banten kemenangan ada di pihak Selagai, kemenangan itu karena tendangan bola besi yang ditendang oleh Rangga Masang ke atas cukup tinggi ditendang ke dalam tanah setelah diukur Sultan Banten, bola besi masuk tanah sampai 2000-an meter.

Kemenangan Selagai mengakibatkan Sultan Banten bermaksud menukar separo wilayah Kerajaan Banten dengan Rangga Masang, namun oleh Rangga Masang tawaran Sultan Banten ditolak karena tak ingin kehilangan Selagai Lingga dan Makam Rangga Masang diperkirakan adanya di wilayah kantor Irigasi Way Pengubuan yang disebut TALANG KERAMAT, di sebelah udik Gunung Karto Sano Cabang Empat, sebagai satu gunung pemukiman asal Bandar Putih Way Kunang Buay Marga Beliyuk.

Meluasnya pengaruh Banten ke Lampung nenek moyang Selagai berangkat Sibou menghadap Raja Banten melalui Kuala Way Seputih, sekembalinya dari Banten mendapat berbagai peralatan Adat salah satunya Lawang Kuri, yang terdapat di Gedong Wani antara Way Sekampung dan Way Gerem Lampung Timur.

Peralatan Adat dari Banten berada di Gedong Wani, karena peralatan Adat dibawa oleh nenek moyang Gedong Wani yang mendapat Gelar Raden Cakra Dinata, kembali ke Lampung tidak memasuki aliran Way Seputih, sedangkan yang tua dari Buay Selagai tetap kembali memasuki Kuala Way Seputih yang menetap di hulu Way Pengubuan, ketika itu pemukiman dipindahkan dari Gedongraja Pekurun menjadi Tanjung Ratu, Negeri Katon dan Negeri Agung, juga dapat diduga dari pihak Banten bermukim di Buay Selagai di sekitar Gunung Ayak hulu Way Kapuan.

Pemukiman Tanjung Ratu, Negeri Katon dan Negeri Agung semula sebelah hulu dari tempat yang sekarang atau sebelah hulu Dam Irigasi Way Pengubuan, diperkirakan tahun 1700 M saat itu hidup seorang nama Ratu Sandaran Bumi di Tanjung Ratu Selagai sebagai moyang yang berasal dari aliran Way Tulangbawang dan Makam Ratu Sandaran Bumi tidak ada di wilayah Selagai, mungkin kembali ke wilayah Tulangbawang karena di hulu Way Pengubuan dan Way Seputih maupun Way Cappang Kanan dan Cappang Kiri (Hulu Way Rarem) kegiatan sehari-harinya berburu Badak dan menangkap Ayam Hutan, saat itu pula pasukan Bugis masuk akan menyerang Kampung-kampung di sepanjang Way Pengubuan ke hulu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *