Pengertian, Bentuk/Macam, dan Contoh Muayak Hahiwang dalam Bahasa Lampung Dialek A dan O

  • Whatsapp
Pengertian, Bentuk Macam, dan Contoh Muayak Hahiwang dalam Bahasa Lampung Dialek A dan O
Pengertian, Bentuk Macam, dan Contoh Muayak Hahiwang dalam Bahasa Lampung Dialek A dan O

Pengertian Muayak (biasa juga disebut Hahiwang) merupakan pantun atau sejenis puisi yang berisi kesedihan/duka cita yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang terdiri atas 4 baris setiap bait, bersajak a-b-a-b, baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi. Muayak merupakan jenis sastra lisan yang dahulu hanya dapat dibawakan pada saat acara tertentu saja (misalnya acara ngelepas muli-mekhanai dalam suatu acara adat pernikahan), serta muayak dibawakan dengan suara lepas tanpa musik pengiring, namun saat ini muayak merupakan jenis sastra lisan Lampung yang dapat dijadikan suatu pertunjukan yang baik bahkan dapat dibawakan dalam bentuk dialog-dialog sebelum acara muayak yang isi dialog menyampaikan keadaan muayak sebenarnya.


Istilah muayak dikenal di lingkungan masyarakat Pesisir/Pesisegh dan Lampung Barat khususnya di daerah Belalau. Muayak adalah kata yang berasal dari kata waya yang berarti senang atau gembira. Dan Muayak sendiri diperkenalkan oleh tokoh seniman Hahiwang dan Muayak Lampung yaitu bapak Mursi Marsudin (dikenal dengan sebutan Mamak Lawok).

Bacaan Lainnya

Muayak dalam Bahasa Lampung
Foto: Mursi Marsudin/Tokoh Muayak Asal Karui, Pesisir Barat Lampung

Menurut masyarakat Belalau, kabupaten Lampung Barat jenis-jenis muayak dikenal dengan ”sujak” dan muayak terdiri dari 3 macam/jenis/bentuk sujak, yaitu diantaranya sebagai berikut:

  1. Muayak sujak jebus, yaitu muayak yang dibawakan dengan nada yang tinggi yang dikenal dengan istilah ”Nguin” (melengking) mulai dari awal hingga akhir. Maksudnya agar apa yang disampaikan oleh orang yang sedang muayak terdengar walaupun dari jauh. Muayak jebus dilaksanakan pada saat kita akan berkunjung ke suatu desa (pekon), sebagai tanda kita akan berkunjung ke desa itu. Maka kira-kira 40 meter menjelang desa dilaksanakan muayak sebagai alat pemberitahuan kepada gadis-gadis yang ada di desa yang akan kita tuju bahwa akan ada tamu, sehingga mereka bersiap-siap untuk menerimanya.
  2. Muayak sujak pulangan, adalah muayak yang dilakukan dengan nada yang sedang dan biasanya dimulai dengan kata ai-ai serta jarak bait per bait di selingi dengan ai-ai. Muayak pulangan ini dibawakan oleh bujang dan gadis yang akan berumah tangga terhadap teman-temannya yang ditandai dengan saling memaafkan.
  3. Muayak sujak kecambay, yaitu muayak yang dilakukan dengan melantunkan lagu dengan nada yang bervariasi antara nada tinggi dan nada yang rendah atau menggunakan sujak jebus dan sujak pulangan dan biasanya dibawakan secara bersamaan dengan kelompok bujang dengan kelompok gadis.

Berikut ini contoh hahiwang/muayak karya Mursi Marsudin (dikenal dengan nama Mamak Lawok), yang merupakan seniman hahiwang/muayak asal Lampung yang fenomenal pada zamannya:

Berikut ini contoh Muayak/Hahiwang dalam bahasa Lampung:

Tiandan Pelituhan

Ngandekhing bunyi pangking/mendengar suara pekik

Minjak tengah dabingi/bangun kaget tengah malam

Dunia kelom keliling/ malam gelap gulita

Banjekh tegah sekali/ banjir mendadak sekali

Suakha gimpa lagi/ suara gempa pula

Wat luah ngusung guling/ada yang keluar menggendong guling

Penyana anak sia/ perasaan anaknya

Luah wi masing-masing/ keluarlah masing – masing

Mak lagi sapakhana/ tidak saling menghiraukan

Tinggal segala buling/ tinggallah segala harta

Asal selamat nyawa/ asal selamat nyawa

Lapah tengah debingi/ jalan tengah malam

Lepah mak buhakhungan/ jalan tidak tentu arah

Nyepok jengan bubandi/ cari tempat perlindungan

Ulih way tabah pinsan/ karena air menyembur – nyembur

Susah unyin segekhi/ susah semua kampung

Sasepak satulungan/saling mencari dan saling menolong

Kapan kak khani pagi/ begitu telah pagi

Ya Allah tang liyahan/ ya Allah penglihatan

Hancekh pekon ki sinji/ hancur kampung seperti ini

Mayat jama khuntangan/ mayat orang bergelimpangan

Hiwang mak takhu lagi/ kesedihan tidak berhenti – henti

Tinggal nabah iman/ tinggal menabahkan iman

Kisah sina sa ganta/ kisah itu sekarang

Tajadi di kham Lampung/ terjadi di Lampung

Kabakh ka imba – imba/ kabar menyebar luas

Lamon hulun si nuntung/ banyak orang yang datang

Khatong jak ipa –ipa/ datang dari mana – mana

Bu niat haga nulung/ berniat mau membantu

Khatong mak culuk bangkang/ datang tidak tangan kosong

Macam – macam tangusung/ macam – macam yang dibawa

Sedalih tabokh hiwang/ dan ikut bersedih

Sedih mawat kabendung/ kesedihan tidak terbentung

Ngaliak jalma camping khiban/ melihat keadaan yang berantakan

Khepa angon mak bingung/ bagaimana pikiran tidak bingung

Ki ti sepoke ganta/ kalau di cari sekarang

Api nihan ngebane/ apa yang menyebabkan

Mak bakheh kham manusia/ tidak lain karena manusia

Si ngeba cadang ne/ yang menyebabkan menjadi rusak

Gunung tisanik khata/ gunung dibuat rata

Kayu bela ti tuakhe/ kayu habis ditebang

Kapan kok busim labung/ kalau musim hujan

Way ne tekhus mahili/ airnya terus mengalir

Banjekh balak ngagulung/ banjir besar menggulung

Ki kham ti hitung – hitung/ kalau kita hitung – hitung

Hena salah ne dikhi/ itulah kesalahannya

Ki kham nangun buiman/ kalau kita beriman

Kham ganta ngaji dikhi/ kita sekarang introspeksi

Tattu wat kalioman/ kalau ada yang buat malu

Dang sampai khenna/ lagi jangan sampai terulang lagi

Kham demon di si aman/ kita senang yang aman

Batin angon di hati/ tenang rasanya hati

Nyin dapok gegoh sina/ supaya bisa begitu

Titukhut ko pakhintah/ ikutilah perintah

Takhu kham nuwakh khimba/ berhentilah menebang kayu indah

Dang lagi pukha khambah/ janganlah hidup berbuat jahat

Kayak ya pelituha/ biar dia hutan rimba

Nyin ya lamon faedah/ supaya banyak faedah

Makhahan kham ti tambah/ usaha kita diperbanyak

Tanoman si wat guna/ menanam yang berguna

Sepak si balak mudak/ cari yang besar manfaat

Nyin geluk bu hasil ya/ supaya cepat berhasilnya

Dang lupa huwi sesah/ jangan lupa rotan

Demakh gung, demakh kaca/ damar gung, damar kaca

Kibenjakh pelintuha/ hasil hutan rimba

Satuwa lamon munih/ satwa banyak juga

Tan dapok sahaga – haga/ mereka berjalan bebas

Kham dapok ngampa/ pilih kita bisa memilih

Muat hak gegoh ganta/ tidak seperti sekarang

Unyin –unyin ne khisih/ semuanya habis

Sai ticawa ko hena/ yang dikatakan itu

Tijadi ko pekekhan/ dijadikan pikiran

Jak dikhi sampai jiran /dari diri sendiri sampai tetangga

Dapok senang do bangsa/ dapatlah senang bangsa

Kijama saan danan/ kalau sama – sama memelihara

Ki nukhut ko agama/ kalau menurut agama

Henna khkhuk Ibadah/ itu termasuk ibadah

Nyegah dang wat bencana/ menjaga jangan ada bencana

Nyin makhluk je dang susah/ supaya makhluk ini tidak susah

Pahala ne balak nana/ pahalanya besar sekali

Si di firman ko Allah/ yang difirmankan Allah

Nukhut konsep Negara/ menurut konsep Negara

Henna wi pembangunan/ itu adalah pembangunan

Nyi kham je sejahtera/ supaya kita sejahtera

Sampai di akhir zaman/ sampai di akhir zaman

Ti andan pelintuha/ memelihara hutan rimba

Ti tukhut ko atokhan/ ikutilah peraturan

Sumber Referensi Bacaan: Arahlautlepas.blogspot.com, kebudayaan.kemdikbud.go.id, https://budaya-indonesia.org/Hahiwang

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar