Pengertian Muayak (biasa juga disebut Hahiwang) merupakan pantun atau sejenis puisi yang berisi kesedihan/duka cita yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang terdiri atas 4 baris setiap bait, bersajak a-b-a-b, baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi. Muayak merupakan jenis sastra lisan yang dahulu hanya dapat dibawakan pada saat acara tertentu saja (misalnya acara ngelepas muli-mekhanai dalam suatu acara adat pernikahan), serta muayak dibawakan dengan suara lepas tanpa musik pengiring, namun saat ini muayak merupakan jenis sastra lisan Lampung yang dapat dijadikan suatu pertunjukan yang baik bahkan dapat dibawakan dalam bentuk dialog-dialog sebelum acara muayak yang isi dialog menyampaikan keadaan muayak sebenarnya.
Istilah muayak dikenal di lingkungan masyarakat Pesisir/Pesisegh dan Lampung Barat khususnya di daerah Belalau. Muayak adalah kata yang berasal dari kata waya yang berarti senang atau gembira. Dan Muayak sendiri diperkenalkan oleh tokoh seniman Hahiwang dan Muayak Lampung yaitu bapak Mursi Marsudin (dikenal dengan sebutan Mamak Lawok).
Menurut masyarakat Belalau, kabupaten Lampung Barat jenis-jenis muayak dikenal dengan ”sujak” dan muayak terdiri dari 3 macam/jenis/bentuk sujak, yaitu diantaranya sebagai berikut:
- Muayak sujak jebus, yaitu muayak yang dibawakan dengan nada yang tinggi yang dikenal dengan istilah ”Nguin” (melengking) mulai dari awal hingga akhir. Maksudnya agar apa yang disampaikan oleh orang yang sedang muayak terdengar walaupun dari jauh. Muayak jebus dilaksanakan pada saat kita akan berkunjung ke suatu desa (pekon), sebagai tanda kita akan berkunjung ke desa itu. Maka kira-kira 40 meter menjelang desa dilaksanakan muayak sebagai alat pemberitahuan kepada gadis-gadis yang ada di desa yang akan kita tuju bahwa akan ada tamu, sehingga mereka bersiap-siap untuk menerimanya.
- Muayak sujak pulangan, adalah muayak yang dilakukan dengan nada yang sedang dan biasanya dimulai dengan kata ai-ai serta jarak bait per bait di selingi dengan ai-ai. Muayak pulangan ini dibawakan oleh bujang dan gadis yang akan berumah tangga terhadap teman-temannya yang ditandai dengan saling memaafkan.
- Muayak sujak kecambay, yaitu muayak yang dilakukan dengan melantunkan lagu dengan nada yang bervariasi antara nada tinggi dan nada yang rendah atau menggunakan sujak jebus dan sujak pulangan dan biasanya dibawakan secara bersamaan dengan kelompok bujang dengan kelompok gadis.
Berikut ini contoh hahiwang/muayak karya Mursi Marsudin (dikenal dengan nama Mamak Lawok), yang merupakan seniman hahiwang/muayak asal Lampung yang fenomenal pada zamannya:
Berikut ini contoh Muayak/Hahiwang dalam bahasa Lampung:
Tiandan Pelituhan
Ngandekhing bunyi pangking/mendengar suara pekik
Minjak tengah dabingi/bangun kaget tengah malam
Dunia kelom keliling/ malam gelap gulita
Banjekh tegah sekali/ banjir mendadak sekali
Suakha gimpa lagi/ suara gempa pula
Wat luah ngusung guling/ada yang keluar menggendong guling
Penyana anak sia/ perasaan anaknya
Luah wi masing-masing/ keluarlah masing – masing
Mak lagi sapakhana/ tidak saling menghiraukan
Tinggal segala buling/ tinggallah segala harta
Asal selamat nyawa/ asal selamat nyawa
Lapah tengah debingi/ jalan tengah malam
Lepah mak buhakhungan/ jalan tidak tentu arah
Nyepok jengan bubandi/ cari tempat perlindungan
Ulih way tabah pinsan/ karena air menyembur – nyembur
Susah unyin segekhi/ susah semua kampung
Sasepak satulungan/saling mencari dan saling menolong
Kapan kak khani pagi/ begitu telah pagi
Ya Allah tang liyahan/ ya Allah penglihatan
Hancekh pekon ki sinji/ hancur kampung seperti ini
Mayat jama khuntangan/ mayat orang bergelimpangan
Hiwang mak takhu lagi/ kesedihan tidak berhenti – henti
Tinggal nabah iman/ tinggal menabahkan iman
Kisah sina sa ganta/ kisah itu sekarang
Tajadi di kham Lampung/ terjadi di Lampung
Kabakh ka imba – imba/ kabar menyebar luas
Lamon hulun si nuntung/ banyak orang yang datang
Khatong jak ipa –ipa/ datang dari mana – mana
Bu niat haga nulung/ berniat mau membantu
Khatong mak culuk bangkang/ datang tidak tangan kosong
Macam – macam tangusung/ macam – macam yang dibawa
Sedalih tabokh hiwang/ dan ikut bersedih
Sedih mawat kabendung/ kesedihan tidak terbentung
Ngaliak jalma camping khiban/ melihat keadaan yang berantakan
Khepa angon mak bingung/ bagaimana pikiran tidak bingung
Ki ti sepoke ganta/ kalau di cari sekarang
Api nihan ngebane/ apa yang menyebabkan
Mak bakheh kham manusia/ tidak lain karena manusia
Si ngeba cadang ne/ yang menyebabkan menjadi rusak
Gunung tisanik khata/ gunung dibuat rata
Kayu bela ti tuakhe/ kayu habis ditebang
Kapan kok busim labung/ kalau musim hujan
Way ne tekhus mahili/ airnya terus mengalir
Banjekh balak ngagulung/ banjir besar menggulung
Ki kham ti hitung – hitung/ kalau kita hitung – hitung
Hena salah ne dikhi/ itulah kesalahannya
Ki kham nangun buiman/ kalau kita beriman
Kham ganta ngaji dikhi/ kita sekarang introspeksi
Tattu wat kalioman/ kalau ada yang buat malu
Dang sampai khenna/ lagi jangan sampai terulang lagi
Kham demon di si aman/ kita senang yang aman
Batin angon di hati/ tenang rasanya hati
Nyin dapok gegoh sina/ supaya bisa begitu
Titukhut ko pakhintah/ ikutilah perintah
Takhu kham nuwakh khimba/ berhentilah menebang kayu indah
Dang lagi pukha khambah/ janganlah hidup berbuat jahat
Kayak ya pelituha/ biar dia hutan rimba
Nyin ya lamon faedah/ supaya banyak faedah
Makhahan kham ti tambah/ usaha kita diperbanyak
Tanoman si wat guna/ menanam yang berguna
Sepak si balak mudak/ cari yang besar manfaat
Nyin geluk bu hasil ya/ supaya cepat berhasilnya
Dang lupa huwi sesah/ jangan lupa rotan
Demakh gung, demakh kaca/ damar gung, damar kaca
Kibenjakh pelintuha/ hasil hutan rimba
Satuwa lamon munih/ satwa banyak juga
Tan dapok sahaga – haga/ mereka berjalan bebas
Kham dapok ngampa/ pilih kita bisa memilih
Muat hak gegoh ganta/ tidak seperti sekarang
Unyin –unyin ne khisih/ semuanya habis
Sai ticawa ko hena/ yang dikatakan itu
Tijadi ko pekekhan/ dijadikan pikiran
Jak dikhi sampai jiran /dari diri sendiri sampai tetangga
Dapok senang do bangsa/ dapatlah senang bangsa
Kijama saan danan/ kalau sama – sama memelihara
Ki nukhut ko agama/ kalau menurut agama
Henna khkhuk Ibadah/ itu termasuk ibadah
Nyegah dang wat bencana/ menjaga jangan ada bencana
Nyin makhluk je dang susah/ supaya makhluk ini tidak susah
Pahala ne balak nana/ pahalanya besar sekali
Si di firman ko Allah/ yang difirmankan Allah
Nukhut konsep Negara/ menurut konsep Negara
Henna wi pembangunan/ itu adalah pembangunan
Nyi kham je sejahtera/ supaya kita sejahtera
Sampai di akhir zaman/ sampai di akhir zaman
Ti andan pelintuha/ memelihara hutan rimba
Ti tukhut ko atokhan/ ikutilah peraturan
Sumber Referensi Bacaan: Arahlautlepas.blogspot.com, kebudayaan.kemdikbud.go.id, https://budaya-indonesia.org/Hahiwang
1 Komentar