Potensi Lampung Sebagai Lumbung Bioetanol yang Menjanjikan

  • Whatsapp

Secara geografis Provinsi Lampung mempunyai luas wilayah 35.376,50 km² atau sekitar 1,86% dari luas wilayah daratan Indonesia (1.904.556 km²). Provinsi Lampung memiliki bonus geografis, yakni memiliki kekayaan sumber daya alam sehingga berpotensi untuk ladang investasi di bidang agribisnis.

Provinsi Lampung juga berpotensi untuk menghasilkan energi baru terbarukan (EBT) melalui sumberdaya panas bumi, energi air, dan hasil produksi pertanian atau perkebunannya serta kelayakan pengembangan usaha agroindustri.

Bacaan Lainnya

Tentunya dalam upaya mengatasi krisis energi dan iklim saat ini, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia, maka Provinsi Lampung berupaya untuk mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang dapat dikembangkan. Salah satu alternatif pengganti BBM konvensional yang berasal dari bahan bakar fosil adalah bioetanol, yang merupakan bahan bakar nabati yang berasal dari sektor pertanian/perkebunan.

Lampung Sebagai Lumbung Bioetanol yang Berlimpah

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, maka Provinsi Lampung dianugerahi banyak sumber daya alam nabatinya melalui sektor pertanian. Di sektor pertanian tersebut, Lampung terkenal dengan pemasok komoditas singkong (ubi kayu), jagung, dan juga tebu di beberapa kabupaten di Lampung. Selain untuk bahan pangan, komoditas tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel, misalnya untuk pembuatan bioetanol.

Bioetanol merupakan sumber energi alternatif non fosil yang bersifat terbarukan dan ramah lingkungan untuk kendaraan bermotor, serta juga sebagai bahan baku bagi kepentingan industri. Menurut situs madaniberkelanjutan.id, mengartikan biofuel adalah bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan, namun lebih cenderung dari tumbuhan. Biofuel itu sendiri dibagi menjadi beberapa jenis, yakni bioetanol, biodiesel, dan biogas. Pertama, Bioetanol. Bioetanol sendiri adalah alkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti gandum, tebu, jagung, singkong, ubi, buah-buahan, hingga limbah sayuran. Untuk mendapatkan alkohol, tumbuhan di atas harus melewati proses fermentasi terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil kajian Rama Prihanda, dkk: 2007, bahwa dalam 1 ton biomassa ubi kayu dapat diubah menjadi 166,66 liter bioetanol. Biomassa jagung adalah paling diunggulkan sebab dari setiap satu tonnya dapat dihasilkan bioetanol sebanyak 400 liter bahkan bisa lebih.

Bioetanol (alkohol) dapat diproduksi menggunakan bahan baku yang mengandung pati/amilum/karbohidrat, yaitu melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Adapun Jenis-jenis tanaman yang banyak dijumpai sebagai bahan baku produksi bioetanol antara lain ubi kayu, sorgum manis (cantel), jagung, molase (tetes tebu – hasil samping produksi gula), ubi jalar, dan aren (nira aren).

Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung adalah tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman tersebut berpotensi untuk sumber bahan baku pembuatan bioetanol. Namun demikian, dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu adalah tanaman yang mempunyai produktivitas tinggi serta mampu tumbuh baik pada kondisi tanah yang kurang subur. Mengacu pada jenis- jenis bahan baku bioetanol, Lampung sendiri menyediakan bahan baku biofuel. Jenis bahan baku tersebut antara lain ubi kayu, jagung serta tebu yang tersebar di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara dan Tulang Bawang.

Ubi kayu merupakan komoditas perkebunan yang paling besar potensinya dari segi luas tanam dan produksi. Provinsi Lampung sendiri merupakan salah satu penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Produktivitas ubi kayu yang dicapai saat ini adalah sekitar 15-30 ton per hektar. Luas areal tanam ubi kayu tertinggi terdapat di Kabupaten Lampung Tengah, kemudian disusul oleh Kabupaten Tulang Bawang.

Pada sistem agroindustri bioetanol, pada satu Ha lahan tanaman ubi kayu dapat menghasilkan 20 ton ubi kayu yang dapat menghasilkan 3.332 liter bioetanol (Rama Prihanda, dkk: 2007). Provinsi Lampung sebagai sentra utama produksi ubi kayu dan terbesar, maka berpeluang untuk investasi di sektor pertanian untuk industri bioetanol. Kebijakan tersebut dapat berjalan serta didukung oleh pengembangan jaringan pemasaran serta pengembangan intensifikasi pola kemitraan.

Selain ubi kayu/singkong, ada tebu sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Perkebunan tebu yang ada di Provinsi Lampung sebagian besarnya adalah milik swasta dalam bentuk perkebunan besar. Produksi tebunya digunakan untuk pasokan bahan baku pabrik gula. Pabrik gula tersebut juga membeli produksi tebu dari perkebunan rakyat.

Dalam kaitannya dengan agroindustri bioetanol, satu Ha tanaman tebu mampu menghasilkan 5 ton tebu yang jika diproduksi menjadi bioetanol akan menghasilkan 335 liter. Produksi tebu di Lampung sebagian besar dimiliki oleh perusahaan gula, sedangkan bioetanol, diproduksi dengan menggunakan molase, dimana 1000 kg molase akan menghasilkan 250 liter etanol (Titin dan Nurmali, 2010)

Untuk membuat bioetanol dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut, seperti yang dilakukan oleh PT Medco Lampung:

Diagram Blok Proses Pembuatan Bioetanol di PT Medco di
Lampung, 2010

1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku ubi kayu sebanyak 1167 MT/hari diolah di bagian pretreatment. Pada bagian tersebut bahan mentah ubi kayu pertama-tama ditimbang dengan menggunakan wighing bridge, selanjutkan dimasukan ke dalam truck unloader untuk kemudian dilakukan pretreatment terhadap ubi kayu tersebut. Pada pretreatment ditambahkan air sebanyak 813 m3 dan selanjutnya akan didapat bubur ubi kayu yang ditampung pada cassava slury tank. Adapun jumlah bubur ubi kayu yang didapat jumlahnya mencapai 1924 metrik ton per hari. Pada proses pretreatment juga dihasilkan cangkang hasil pengelupasan kulit ubi kayu yang jumlahnya mencapai 56 metrik ton. Setelah didapat bubur ubi kayu selanjutnya akan masuk ke area proses utama. Di area proses utama tersebut dilakukan proses iquefaction.

2. Proses Liquefaction
Pada proses ini pati ubi kayu yang merupakan polimer glukosa yang panjang (polisakarida) dipotong-potong secara acak, sehingga menjadi potongan-potongan oligisakarida. Pada proses liquefaction ke dalamnya dimasukkan enzim amilase guna mempercepat proses pembentukan oligosakarida. Selanjutnya dilakukan persiapan proses pre-fermentasi.

3. Proses Fermentasi
Pada proses pre fermentasi, ke dalam bahan dimasukkan enzim dan nutrient terutama unsur N, agar proses fermentasi berjalan cepat dan sekaligus menambahkan nutrisi untuk kebutuhan bakteri pengurai, sehingga proses pre fermentasi dapat berjalan cepat, dan dari proses pre fermentasi akan dihasilkan glukosa. Kegiatan berikutnya yang akan dilakukan adalah proses fermentasi. Pada proses fermentasi, ke dalamnya ditambahkan ragi Sacharomyces cerevicae, dengan tujuan agar proses fermentasi dapat berjalan cepat. Dari proses fermentasi ini akan dihasilkan gas CO2. Namun demikian proses fermentasi bisa dilakukan tanpa prefermentasi, dalam arti setelah dilakukan proses liquefaction dapat langsung dilakukan fermentasi tanpa melalui tahapan pre fermentasi terlebih dahulu. Setelah dilakukan fermentasi selanjutnya dilakukan proses destilasi.

4. Proses Destilasi
Proses Destilasi dilakukan dengan menggunakan uap panas, sehingga terjadi pemekatan dan selanjutnya diperoleh etanol sebanyak 180 KLPD. Setelah itu akan dilakukan proses dekantasi, sehingga dari sini diperoleh endapan basah yang jumlahnya mencapai 280 metik ton per hari. Endapan tersebut akan dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti halnya untuk membuat pupuk, sehingga pada area proses utama ini juga terjadi proses produksi bersih (zero waste).

Mengenal Industri Bioetanol di Provinsi Lampung

Pengembangan industri bioetanol di Provinsi Lampung banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang energi. Industri bioetanol yang sudah ada di Provinsi Lampung seperti PT GMP, PT Medco Energy, PT Sungai Budi, PT Indo Lampung Distelery (ILD), dan BPPT.

Nama PerusahaanProduk UtamaProduk KeduaBahan Baku Pembuatan
BPPTEtanolEtanol 95%Ubi kayu
PT Indo Lampung Distelery (ILD)GulaEtanol 95%Molase
PT GMPGulaEtanol 95%Molase
PT Medco EnergyEtanolEtanol 95%Ubi kayu
PT Sungai BudiTapiokaEtanol 95%Ubi kayu
Sumber: Timnas BBN (2008) dan Departemen Pertambangan dan Energy Provinsi Lampung (2010), dengan perubahan seperlunya.

Peluang Pengembangan Industri Bioetanol di Lampung

Peluang pasar bioetanol untuk substitusi bahan bakar minyak (premium) sangat terbuka lebar disamping untuk keperluan industri farmasi dan lainnya. Kalangan masyarakat, peneliti dapat ikut terlibat aktif dalam kampanye dan juga produksi bioetanol dari sumber bahan baku biofuel yang sudah banyak tersedia di Lampung. Produksi bioetanol secara kontinyu dan dukungan banyak pihak, termasuk pemerintah tentu saja bagus untuk menggantikan bensin. Hal ini sesuai arah kebijakan nasional pemerintah Indonesia yang mencanangkan pengurangan kuota premium sebanyak 10 Juta di tahun 2021 melalui substitusi bioetanol, seperti dilansir dari situs industri.kontan.id, maka ke depan ini akan terbuka peluang pasar sebanyak kurang lebih 2,25 juta kiloliter bioetanol di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan sekitar 15 juta ton ubi kayu.

Dalam upaya pengembangan bioetanol tersebut diperlukan adanya beberapa langkah konkrit yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut:

  1. Menyusun agenda bersama (Pemerintah, Tim BBN, Industri Bioetanol dan Pertamina) untuk mendapatkan konsensus terhadap program yang komprehensif dan terpadu agar dapat memberikan hasil yang konkrit dan maksimal, antara lain melalui penetapan sasaran dan upaya pencapaian nya untuk produksi, distribusi dan penggunaan bioetanol, serta penjelasan agenda dan program implementasi yang konkrit.
  2. Melakukan inventarisasi dan evaluasi secara rinci berbagai peluang dan tantangan untuk investasi bioetanol.
  3. Membangun rantai tata niaga bioetanol secara bertahap yang difasilitasi oleh Pemerintah.

Mudah-mudahan ke depannya akan ada banyak lagi akademisi, masyarakat lokal, dan para peneliti di Lampung yang semakin tertarik untuk membuat bioetanol dari sumber bahan bakar nabati yang tersedia secara melimpah di bumi Lampung.

Sumber Referensi:

  • Madaniberkelanjutan.id. 2021. Apa Itu Biofuel (Bahan Bakar Nabati)?. Tersedia secara online di situs: https://madaniberkelanjutan.id/2021/10/05/apa-itu-biofuel-bahan-bakar-nabati.
  • Prihandana, Rama, dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
  • Diagram Blok Proses Pembuatan Bioetanol di PT Medco di Lampung, 2010.
  • Dimas Andi dan Tendi Mahadi. 2020. Kuota Premium Dikurangi Jadi 10 Juta KL di 2021, Apa Kata Pertamina?. Tersedia di situs: https://industri.kontan.co.id/news/kuota-premium-dikurangi-jadi-10-juta-kl-di-2021-apa-kata-pertamina.
  • Erlina, Rr. 2011. Strategi Pengembangan Agroindustri Bioetanol di Provinsi Lampung. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB).
  • Sarianti, Titin dan Nurmalina, Rita. 2010. Kelayakan Investasi Pengusaan Bioetanol (Berbahan Dasar Molasses pada Industri Rumah Tangga). Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB).
  • Timnas BBN (2008) dan Departemen Pertambangan dan Energy Provinsi Lampung (2010).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

27 Komentar

    1. Iya betul sekali mas Ferry, bahwa Lampung sangat banyak dan melimpah tanaman penghasil bioetanol yang menjanjikan. Kita lihat saja di Lampung banyak tumbuh jagung, singkong/ubi kayu, tanaman jarak, ubi jalar, tebu, dan lain sebagainya.

    1. Iya betul sekali pak Wayan Ardi. EBT adalah harapan energi baru yang lebih ramah terhadap lingkungan kita.

  1. Lampung bisa menjadi salah satu tempat yang dikembangkan buat bioetanol itu berkah banget. Soalnya Indonesia jadi bisa membuat bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, apalagi bahan-bahan dasarnya merupakan tanaman yang sudah biasa ditanam hampir di seluruh Indonesia. Semoga bisa segera ditindaklanjuti sehingga Indonesia bisa sumber bioetanol yang mumpuni, aamiin

    1. Iya kak Litha, betul dan setuju dengan argumen kk. Mudah2an ke depannya harapan saya juga gitu, Lampung bisa menghasilkan bioetanol dalam jumlah banyak sebagai alternatif EBT selain penggunaan bakar fosil.

  2. dan semoga banyak daerah lain yang juga membudidayakan singkong ya?

    karena jika bioetanol diresmikan menjadi EBT, maka harus ada jaminan pasokan

    sementara sekarng Indonesia masih mengimpor singkong, selain mengekspor tentunya

    1. Iya kak, cuma Lampung termasuk paling terbesar pemasok singkong skala Nasional. Daerah pulau Jawa seperti JABODETABEK ya ngambil singkong & buah pisangnya dari Lampung hehe.

  3. Baru ngeh dong saya tentang bioetanol ini, dasar mamak bacanya gosip mulu, hahahhaa.
    Tapi beneran keren ya, melihat potensi Lampung sebagai penyedia bioetanol yang menjanjikan, semoga ke depannya bisa dimanfaatkan dengan baik dan merata 🙂

    1. Iya kak, harapan saya sebagai warga Lampung juga ke depannya banyak penelitian2 yang melibatkan pemerintah untuk membuat bioetanol dalam jumlah besar sehingga bisa menggantikan BBM berbahan bakar fosil.

  4. Sangat menarik nih potensi alam yang dimiliki Lampung dengan banyak tanaman bioetanol di sana yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati. Kalau dikembangkan tentunya mereka bisa membuat dan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.

    1. Makasih kak Lita, setuju sih dengan argumen kk. Kalo pas ke Lampung dari Pelabuhan Bakauheni, pastinya di sisi kanan kiri jalan banyak sekali pegunungan dan areal perbukitan dengan beragam tanaman singkong, pisang, maupun jagung.

  5. Membaca ini saya jadi ingat awal-awal penelitian dan pengembangan bioetanol ini. Ada petani yang menanam ubi kayu di kampung saya, tiba-tiba mampu beli motor secara cash setelah panen singkong. Kata pemborongnya, singkong itu mau dibuat bioetanol.

    1. Wah keren kak Nanik telah mengembangkan bioetanol sekaligus melakukan penelitiannya. Sukses selalu kak untuk penelitian2 selanjutnya.

  6. Wah keren nih. Produksi bahan bakar nabati di Lampung banyak, ya. Jika bisa dimanfaatkan dengan maksimal untuk bioetanol pastinya semakin nambah value. Mana ramah lingkungan pula ya.

    1. Iya kak, betul sekali… kita berharap Lampung memang bisa jadi lumbung energi baru terbarukan misalnya dengan membuat bioetanol.